Featured Post Today
print this page
Latest Post
Showing posts with label Mancing di Laut. Show all posts
Showing posts with label Mancing di Laut. Show all posts

Dermaga Tanjung Pasir



dermaga tanjung pasir, tanjung pasir

Dermaga Tanjung Pasir adalah salah satu akses angeler untuk memancing didaerah sekitaran perairan kepulauan seribu karena disini banyak kapal mancing yang siap menghantarkan angler ke spot - spot yang telah ditentukan, karena tiap pemilik kapal  biasanya memiliki rumpon atau spot sendiri-sendiri. Bila belum punya referensi kapal mancing mana yang akan disewa dapat menggunakan kapal ini karena penulis pernah menggunakan langsung kapal ini, dengan kapten yang bersahabat membuat kita merasa puas. Atau menggunakan kapal ini karena banyak juga angler yang pernah menggunakan kapal ini dan tidak mengecewakan testimoninya, tetapi biasanya harus booking jauh hari sebelumnya.

Salam GetStrikeee... !!! Semoga aloong hasilnya.. !!! 
0 comments

Spot mancing sekitar Pulau Pari


Mancing sekitar pulau pari

Seminggu sebelum keberangkatan kami booking kapal, karena biasanya selalu penuh apabila tidak dari jauh hari kita merencanakannya dan memastikannya lagi tiga hari sebelum hari keberangkatan.

Kali ini kami beranggotakan 8 orang peserta yang bekerja pada satu perusahaan yang sama dengan hobi yang sama juga. Berikut laporannya :

Lokasi mancing : Sekitaran pulau pari
Anglers : 8 orang
Kapten : Pak Engki + 3 orang abk
Sewa kapal : 1 jutaan termasuk rebon + es batu
Cuaca : Berawan, Mendung, Hujan
Kondisi arus : J3 miring
Umpan : Udang hidup/mati, cumi, ikan selar
Teknik memancing : Ngocer, dasaran

Sabtu pagi jam 01.00 kita sepakat kumpul di depan kantor karena lokasi yang mudah dijangkau. Loading barang dan semua perlengkapan dicek agar tak tertinggal. Tepat jam 1.30 pagi kita start dan berangkat menuju Dermaga Tanjung Pasir tentunya sebelum berangkat tidak lupa kami membaca doa agar acara memancing kita berjalan dengan lancar. Amiin..

Setelah menempuh perjalanan kira-kira 1,5 jam tibalah kami di Dermaga Tanjung Pasir jam 02.30 dan disambut Pak Engki dengan wajah ramahnya mengajak kita untuk singgah dirumahnya dahulu, untuk sejenak beristirahat dan mengisi perut. Waktu istirahat ini juga kami manfaatkan untuk mempersiapkan peralatan memancing karena bila sudah ditengah laut, ombak akan sedikit mengganggu.

Tenaga sudah siap serta peralatan sudah lengkap setelah subuh kami siap berangkat dengan diawali dengan doa dan kita semakin bersemangat tidak sabar untu. Satu persatu barang dan peralatan dipindahkan ke kapal.

Terlihatlah pulau pari dari kejauhan, untuk mencapai spot ini memakan waktu selama 1 jam dengan kapal bermesin dongfreng. Tiba di spot pertama, tak ingin menghabiskan waktu langsung kami menurunkan kotrekan memancing ikan selar untuk dijadikan umpan dibantu oleh ABK kapal menggunakan umpan kotrekan yang telah disiapkan oleh kapten kapal. Tidak semua peserta memancing ikan selar, dengan menggunakan umpan udang hidup dan cumi, strikeeee.. !!! Ternyata ikan kakap merah ukuran sedang banyak didapat. Lumayan untuk menambah isi kotak ikan (cooler box).

Setelah dirasa cukup ikan selarnya (umpan mancing ikan tenggiri) dengan menggunakan bantuan GPS nya sang kapten kita menuju spot kedua. Dalam perjalanan cuaca gerimis dan akhirnya turun juga hujan.Walaupun begitu tidak mematahkan semangat kita untuk mendapatkan ikan tenggiri (jeng riri) karena itu merupakan target utama kita.

Di spot kedua umpan ikan selar dengan teknik ngocer dan udang/cumi dengan teknik dasaran tanpa menunggu lama langsung mendapat sambaran ikan. Strike.. !!! Tidak butuh lama ternyata ikan alu-alu (barakuda) ukuran sedang, tak lama kemudian beruntun dari depan, belakang dan samping hampir berbarengan strike juga ikan alu-alu (barakuda), sehingga suasananya menjadi ramai pesta strike. Ada juga yang strike ikan krapu dan kakap merah, ternyata kapal kita berada tempat diatas kumpulan ikan. Disini sebagian peserta sering terjadi tali leader putus karena tidak menggunakan tali leader necklin hal ini akibat gigitan gigi ikan alu-alu yang tajam.

Dengan rasa sedikit rasa tidak rela terpaksa kita harus menyudahinya karena umpan selar,cumi dan udang sudah habis. Walaupun kita tidak mendapatkan target utama kami, kami cukup puas karena kotak ikan (cooler box terisi penuh). ABK angkat jangkar, perintah Kapt. Engki. Lalu kita kembali ke Dermaga Tanjung Pasir.

Kami bersyukur acara mancing ini berjalan dengan lancar dan tidak boncos nyerocos... hehe.. !!!
Thanks all angler's. Salam strike..


0 comments

Edisi Mancing di Tanjung Kait - Part 3 of 3


JAMUAN SEORANG NELAYAN TUA
Setelah menepi ke dermaga kami semua turun sambil membawa ikan hasil pancingan kami melewati jalan yang semalam kami lewati termasuk melewati dermaga yang terbuat dari kayu dan bambu itu. Keadaan melewati dermaga kecil yang rapuh itu disiang hari tidak seseram saat kami melewatinya saat malam hari, terasa seram takut-takut jatuh terpeleset. Tapi begitu dilihat disiang harinya dermaga nya terlihat biasa saja. Kami pun berjalan kembali menuju rumah Mang Ucin. Sambil istirahat rebahan diatas dipan bambu kami mengeluarkan motor, terlihat ada seorang wanita yang sudah berumur yang ternyata adalah adik dari Mang Ucin. Wanita tersebut membawa cerek dan gelas-gelas kosong di nampan. Sambil mempersilahkan kami menuang sendiri teh didalam cerek. Beberapa saat kemudian kami dihidangkan nasi liwet dengan lauk ikan asin, bersama Mang Ucin kami dipersilahkan makan seadanya, makanan khas nelayan. Sambil makan kami ngobrol-ngobrol dengan Mang Ucin.

Mang Ucin adalah seorang pria tua yang sudah berumur sudah 50 tahun, menurut saya nama asli Mang Ucin adalah Husain atau Sandusin. Karena saya memiliki teman yang bernama Husain dan Sandusin maka dipanggil dengan "Ucin". Mang Ucin tumbuh besar dilingkungan nelayan dan anak dari seorang nelayan tradisional. Ilmu nelayan dan pelayaran diajarkan dari orang tua dan lingkungan tempat tinggalnya dipesisir pantai. Didalam ceritanya Mang Ucin sudah sangat pengalaman untuk melaut walaupun dengan kapal yang sederhana dan tanpa bantuan alat navigasi modern. Pengalaman menahkodai penyebrangan di kepulauan seribu sudah pernah dilakukan hingga berlayar kepulau-pulau diluar jawa, seperti Lombok, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Irian Jaya dan pulau-pulau kecil lain di Nusantara. Seorang nelayan yang memiliki 2 buah kapal dan 2 buah bagan baginya sudah cukup untuk menafkahi keluarganya. Bisnis memiliki bagan di tengah laut bagi nelayan adalah merupakan salahsatu bisnis sampingan, disaat kondisi tidak bisa melaut (mencari ikan) mereka mengandalkan bagan-bagan yang disewakan kepada pemancing. Harga yang ditawarkan juga bervariasi tergantung negosasi tawar menawar kesepakatan harga.

BAGAIMANA MEMBUAT BAGAN PEMANCINGAN DI LAUT
Nah disaat Mang Ucin bercerita tentang bagan itulah saya jadi teringat pertanyaan yang akan saya tanyakan kepada Mang Ucin tentang pembuatan bagan. Dari cerita Mang Ucin pembuatan bagan dilakukan dilaut dengan cara menyelam kedasar laut dan menancapkan tiang-tiang bambu, biasanya pelaksanaan pembangunan bagan dilakukan saat air laut pasang, ini dilakukan agar kita bisa mengetahui berapa meter tinggi bagan yang diinginkan setelah air laut naik. Pekerjaan yang pertama kali adalah menentukan lokasi titik dimana bagan akan dibangun, disini nelayan akan berlayar mencari lokasi. Dengan membawa batu besar yang digunakan sebagai jangkar pemberat kemudian ditenggelamkan ke dasar laut yang sebelumnya telah diikat dengan tali serta diatasnya diikat pelampung. Tali-tali ini juga berfungsi sebagai ukuran berapa meter bambu yang dibutuhkan untuk membangun tiang pondasi bagan. Setelah itu ruas-ruas bambu dilubangi agar air laut bisa masuk memenuhi ruas bambu, ini juga berfungsi untuk memudahkan menancapkan bambu kedasar laut. Setelah sambungan-sambungan bambu ditancapkan, kemudian dibangun lagi sudut-sudut pondasi bagan yang diinginkan. Bisa berupa 4 sudut (bagan berbentuk kotak), bisa berupa 8 sudut (bagan berbentuk letter T), bisa berupa 12 sudut (bagan berbentuk letter +) ataupun 8 sudut (bagan dengan bentuk letter O kotak).

Bila tahap pembangunan pondasi utama telah cukup, selanjutnya dibangun pondasi tambahan yaitu tiang-tiang di tiap sisi dan diagonal. Kemudian dilanjutkan tahap pembuatan lantai panggung dan diakhiri dengan membangun gubuk-gubuk kecil atau tenda untuk berteduh. Tidak hanya sampai disitu saja, setelah pembangunan bagan selesai, nelayan pemilik bagan juga harus selalu mengecek secara berkala kondisi bagan yang jika memang ada bambu dan kayu yang rapuh harus cepat diganti, karena bisa membahayakan pemancing yang menyewa bagan. Sifat dasar dari bambu adalah bila terendam air maka akan mengeras, untuk itu menurut Mang Ucin, kondisi kayu dan bambu bagan sudah harus diganti jika sudah 6 bulan. Tapi tergantung juga, kondisi bagan juga mudah hancur jika musim air laut ombak nya deras dan banyak diterjang ombak besar. Tak terasa sudah hampir jam 2 siang mendengar cerita Mang Ucin kita jadi semakin tau tentang suka duka nelayan dan cara bagaimana membuat bangunan ditengah laut. Kemudian kami semua pamit untuk pulang ke Jakarta.

PERJALANAN PULANG DARI MANCING
Kami berangkat dari Tanjung Kait menuju Jakarta jam 2 siang, dengan melewati rute jalan yang sama dengan berangkat pada saat malam hari kemarin, ternyata perjalanan disiang hari sangat menyenangkan. Kita bisa melihat suasana kota tangerang disiang hari tidak seperti perjalanan dimalam hari yang terasa begitu membosankan. Karena pada saat jam 12 kami makan dirumah Mang Ucin dengan makan seadanya, setelah melewati beberapa rumah makan padang kami jadi terasa lapar lagi. Akhirnya kami berhenti untuk makan lagi di warung padang yang ditemui. Setelah selesainya kami melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta sampai jam 5 sore.

Sungguh banyak pengalaman baru yang saya dapat selama perjalanan dan mancing kali ini. Terpikir suatu saat Insyaallah bila ada rejeki, bila ada waktu, bila ada kesempatan dan bila ada kesehatan. Kita bisa mancing dilaut lagi malam hari dengan lokasi di laut yang baru, dengan umpan udang atau umpan apalah yang jitu agar bisa dapat variasi ikan yang lebih bermacam-macam.

Salam Getstrike!

--
Edisi Mancing di Tanjung Kait
Written by: iien Solihin


0 comments

Edisi Mancing di Tanjung Kait - Part 2 of 3


GETSTRIKE IKAN YANG PERTAMA
Diatas bagan juga terdapat tenda jerami yang dilapisi dengan terpal dan digunakan sebagai tempat berteduh saat panas dan hujan serta bisa menjadi tempat tidur disaat lelah memancing. Alhamdulillah selama perjalanan dan kondisi laut sangat cerah dengan ombak yang tenang jadi kami tidak begitu khawatir. Disaat Kawan-kawan saya mengeluarkan perlengkapan mancing nya, saya dengan berbekal lampu senter saya memeriksa kondisi bagan, terutama lantai panggung nya yang terbuat dari susunan bambu dan kayu. Karena ini penting sekali mengetahui kondisi bagan jika memang terdapat bambu yang rapuh yang bisa membahayakan kita. Disaat mengecek kondisi bagan yang berukuran lebar 4 meter, panjang 10 meter dan dengan ketinggian dari 4 meter dari permukaan air laut. Batin saya bertanya "ini gimana caranya bikin nya ya? bikin panggung di tengah laut dengan bagan yang masih kuat". Ah mungkin pertanyaan itu bisa saya lontarkan ke Mang Ucin dikeesokan harinya.

Melihat kawan memasang umpan saya enggak tega melihat cacing yang masih hidup yang ditusuk kemudian disematkan mengikuti lekukan kail. Oleh karena itu dengan alasan karena saya tidak bisa masang umpan ke kail akhirnya saya selalu minta tolong dipasangin umpan, pokoknya yang saya mau adalah terima beres tinggal lempar joran ke laut aja tidak perlu mengotori tangan dengan memasang umpan cacing. Karena kami mancing dalam kegelapan pada saat malam hari seperti nelayan yang mencari ikan pada malam hari, kawan saya memasang batang fospor glow in the dark seukuran batang korek api setelah dibengkokkan dan digoyang-goyangkan agar cairan fospor menyatu dan setelah menyala kemudian diikat dengan karet di ujung pancingan. Lantas saya bertanya, apa maksud penggunaan phosphor yang diikat di ujung pancing?. Kawan saya menjawab, "fospor glow in the dark berfungsi agar kita bisa mengetahui dalam gelap batas ujung pancing kita, misalnya umpan dimakan ikan maka pergerakan pancing meskipun suasana dalam gelap bisa kita ketahui cukup dengan melihat phospor nya saja, ujung pancingan yang dipasang fospor yang berwarna warni juga sangat berguna disaat kita mancing beramai-ramai agar pancingan kita tidak tertukar dengan pancingan lain".

Saya juga diajarkan oleh kawan saya teori dalam mancing, seperti bagaimana cara memasang umpan, bagaimana cara melempar joran, bagaimana cara menggulung benang reel saat umpan dimakan ikan. Setelah teori yang diberikan kepada saya sudah cukup, kami 6 orang langsung memilih posisi sendiri-sendiri di pinggir bagan. Saya sendiri masih gak percaya pada diri saya sendiri "wah akhirnya saya bisa punya pengalaman baru yaitu mancing pertama kali, di laut dan mancing dimalam hari. Saya juga baru pertama kali merasakan betapa sunyi nya malam di tengah lautan, hembusan angin laut yang dingin, keindahan dalam gelap yang terlihat hanyalah warna-warni yang menyala yang berasal dari dalam air laut yang disebabkan oleh plankton laut dan kilauan sisik ikan-ikan yang berenang. Sungguh saat itu yang saya rasakan adalah saya sedang jauh dari rumah, jauh dari rutinitas kesibukan pekerjaan, jauh dari masalah. Yang ada didalam hati selama masih di bagan diatas laut adalah keyakinan dan doa, pasrah Insyaallah kami semua baik-baik saja serta bisa selamat sampai kerumah.

SUASANA MANCING DI BAGAN
Saya tidak tau persis siapa kawan yang saat itu mendapat ikan pertama kali, yang pasti sih bukan saya dan pancing saya masih utuh walaupun sempat 2 kali umpan saya terasa dimakan ikan tapi ikan begitu ditarik, ikan nya tidak tersangkut di kail. Akhirnya lagi-lagi saya minta bantuan kawan untuk dipasangin umpan, setelah selesai saya lempar kira-kira 5 menit dari umpan yang ketiga akhirnya saya dapat ikan juga. Kecil sih hanya seukuran 2 jari, tapi lumayan lah membuat saya makin penasaran untuk dapat ikan-ikan ukuran lainnya.

Ritme mancing kawan-kawan dan saya sendiri sangatlah cepat kira-kira tidak sampai 15 menit kawan-kawan secara bergantian sudah dapat ikan, termasuk saya sendiri. Ikan yang terkumpul sampai dengan menjelang jam 4 dinihari sudah mencapai 20 ekor, entah jenis ikan apa yang didapat tapi rata-rata ikan yang didapat adalah ikan yang setelah dipancing mengeluarkan suara "krok krok krok" seperti suara kodok tapi sangat pelan. Sesekali kami istirahat minum kopi bakar rokok sambil makan snack kacang, saya juga kasihan dengan kawan saya yang selalu dimintai pertolongan pasang umpan. Akhirnya saya berinisiatif sendiri untuk belajar dan mencoba masang umpan sendiri, jadi saya tidak perlu lagi minta bantuan terus-menerus dipasangin umpan dan hasilnya saya pun juga bisa memasang umpan sendiri.

INDAHNYA LAUT TANJUNG KAIT SAAT PAGI HARI
Seorang kawan saya berkata "Kalau lagi gelap seperti sekarang ini kita tida bisa melihat apa-apa, tapi nanti kalau sudah menjelang pagi hari pemandangan nya indah banget". Saya jadi penasaran begitu jam 5 kami sudah berangsur-angsur istirahat, tapi masih ada beberapa teman yang masih menunggu pancingan nya. Saya hanya duduk di pinggir bagan dengan tangan bersandar Ke pembatas bagan sambil menatap kearah matahari terbit (sunrise). Keadaan makin lama makin terang, terlihat juga aktivitas kapal yang melewati perairan Tanjung Kait, perahu-perahu nelayan juga sudah terlihat lalu lalang seolah menandakan bahwa kesibukan pelaut akan dimulai di pagi yang cerah itu. Matahari terbit sangat indah, panorama lautan di kejauhan pun semakin bisa terlihat. Ikan-ikan yang berenang keatas permukaan air juga semakin bisa terlihat, bahkan ada beberapa ikan besar yang loncat keatas air. Subhanallah begitu indah lautan di Tanjung Kait.

Disaat suasana sudah terang kami tidak ingin melewati keindahaan matahari terbit kami juga berfoto-foto setelah lelah semalaman begadang. saat itu sekitar jam 9 pagi umpan cacing lur sudah semakin sedikit dan berkurang, kawan-kawan yang lelah dan ngantuk termasuk saya sendiri akhirnya istirahat tidur dibawah tenda dengan kesejukan angin laut dipagi hari. Kurang lebih 2 jam saya tertidur, begitu bangun tubuh terasa segar sambil melihat umpan ternyata sudah habis dan ikan yang terkumpul juga tambah banyak sekitar 50 ekor. Selanjutnya via handphone kawan saya menelpon Mang Ucin untuk dijemput jam 12, karena terlihat pada saat jam 11 ada kawan yang masih tertidur. Sambil berberes dan menghitung ikan kami menunggu jemputan Mang Ucin. Tak lama kemudian sebelum jam 12 terlihat di kejauhan ada perahu nelayan yang menghampiri bagan kami, oh ternyata itu Mang Ucin yang datang tepat waktu menjemput kami. Kami pun bergegas turun dari bagan dan naik keatas perahu yang dilanjutkan perjalanan pulang ke pantai.

0 comments

Edisi Mancing di Tanjung Kait - Part 1 of 3

Sebenarnya saya bukan Mancingers ataupun Joraners, saya hanyalah seorang yang pernah mencoba mancing. Disini saya hanya mengirimkan artikel berbagi cerita mengisahkan pengalaman pertama kali mancing dan mancing di laut. Dikarenakan cerita ini panjang, maka saya bagi menjadi 3 post artikel.

PERSIAPAN MANCING
Pada waktu itu kira-kira pertengahan tahun 2011 saya silaturahmi berkunjung kerumah sahabat dibilangan Ragunan Jakarta Selatan yang memang hobi mancing ikan. Entah mungkin saya yang datang harinya tidak tepat atau memang kebetulan kawan saya ini memang sedang merencanakan untuk mancing di laut pada malam hari. Saya juga kaget ternyata saya gak bisa berlama-lama di rumah kawan, karena kawan saya ini sudah menjadwalkan mancingnya. Tapi saya juga tidak berkecil hati, karena ternyata saya diajak juga untuk ikut serta mancing di laut bersama. Awalnya sih saya gak minat karena disamping saya gak pernah mancing sama sekali, saya juga termasuk orang yang simpel, maksudnya kalau mau makan ikan ya tinggal cari pedagang Pecel Lele Lamongan karena biasanya disana juga terdapat beberapa menu seafood seperti Bawal, Tongkol, Udang dsb. Tinggal pesan ikan yang diinginkan, tunggu sampai dihidangkan, setelah itu makan kenyang dan bayar tanpa harus susah-susah dan capek menunggu kail umpan dimakan ikan.

Setelah saya dibujuk, akhirnya saya bersedia ikut mancing bersama di laut. Sebenarnya saya masih agak khawatir untuk begadang malam, apalagi di laut yang sudah pasti angin nya kencang dan udaranya dingin. Kekhawatiran saya karena memang pada saat itu kondisi fisik baru sembuh dari sakit ringan yang masih butuh istirahat. Tapi kekhawatiran saya telah terkalahkan oleh rasa penasaran saya untuk mencoba mancing ikan, mancing di laut dan naik perahu. Ya memang pada saat itu saya juga belum pernah naik perahu, oleh karena itu saya akhirnya menyanggupi dan siap untuk begadang, mancing dilaut dan naik perahu. Saya juga tidak khawatir, mengingat perlengkapan saya saat silaturahmi naik motor ke rumah kawan ini juga lengkap, seperti jaket tebal, sarung tangan, sapu tangan yang lebar dan bekal uang yang cukup tentunya.

Akhirnya kami bertiga bersama kawan sepakat untuk jalan pergi mancing jam 19.00. Persiapan peralatan mancing dan joran juga telah dipersiapkan sejak jam 5 sore, begitu mendekati jam 7 malam kita sudah berangkat dengan mengendarai 2 motor berboncengan. Perjalanan menuju lokasi mancing semakin seru manakala saat menjemput 2 orang kawan yang lain yang memang sudah berencana ikut dalam mancing dimalam itu. Sebelum perjalanan dilaksanakan selagi masih di Jakarta kita pun belanja-belanja disebuah mini market disamping kantor stasiun TV di Jl. Kapten Tendean, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Kami belanja perbekalan begadang seperti makanan, roti, kopi, teh, air mineral, jamu masuk angin dan yang paling utama adalah rokok kretek. Stock rokok harus banyak karena sudah kebayang ditengah lautan tidak ada pedagang diatas perahu yang jual rokok.

PERJALANAN MENUJU TANJUNG KAIT
Saya sendiri tidak tau lokasi mancing nya dimana, hanya bertanya kepada kawan kalau lokasi nya di Tanjung Kait daerah Tangerang, Banten. Sambil berbicara dalam hati "ya ampun jauh banget ya untuk mancing di laut aja harus menempuh perjalanan naik motor sekitar 2 - 3 jam dari Jakarta ke Tanjung Kait. Saat itu saya hanya bonceng naik motor kawan, beberapa saat sebentar-sebentar duduk saya mulai terasa tidak nyaman karena mungkin sudah terasa sakit karena sudah duduk terlalu lama.

Perjalalan pun sudah memasuki Kota Tangerang dan sudah dekat dengan lokasi jalan masuk pantai Tanjung Kait, disana kami rombongan yang berjumlah 6 orang 3 Motor beristirahat sejenak di rumah makan sambil membeli umpan. Nah bagi mancingers yang membaca cerita saya ini jika akan mancing di laut Tanjung Kait tidak usah khawatir karena disepanjang jalan masuk menuju lokasi Pantai Tanjung Kait banyak pedagang-pedagang yang bejualan umpan mancing serta peralatan mancing seperti pancingan, benang, kail, bubu dll. Karena banyak anglers yang datang pada malam hari untuk mancing di laut Tanjung Kait, maka penjual-penjual umpan yang berupa udang, cacing dan jenis umpan-umpan lainnya mereka berdagang hingga 24 jam. Tapi karena hari ini dan hari kemarin banyak pemancing yang datang membeli umpan maka kami kehabisan umpan udang. Yang tersisa hanya umpan cacing rawa atau yang biasa disebut dengan "Lur". Ya daripada tidak mendapat ada umpan sama sekali, akhirnya kami hanya bisa membeli umpan cacing lur.

Setelah bekal umpan yang dibeli sudah tercukupi dan perut kenyang, kemudian perjalanan dilanjutkan kembali menuju Pantai Tanjung Kait. Saat itu jam di handphone sudah menunjukan kira-kira jam 11an kami sudah berada di gerbang masuk pantai Tanjung Kait, kemudian kami di hampiri oleh seorang penjaga pantai untuk diminta uang retribusi masuk pantai. Kalau tidak salah kira-kira kami diminta uang Rp. 5.000,- per orang untuk masuk pantai. Setelah masuk pantai kami langsung menuju ke perkampungan nelayan Tanjung Kait, disana kami mencari seorang nelayan yang bisa menyewakan perahunya yang bernama Mang Ucin. Setelah bertemu seorang nelayan yang dicari, kamipun diajak untuk mampir ke rumah nelayan tersebut, terlihat dalam kegelapan malam perkampungan rumah-rumah nelayan di lokasi tanjung Kait sangat sederhana. Rumah sederhana yang terbuat dari anyaman bambu dengan penerangan lampu pijar yang tidak begitu terang, membuat suasana rumah Mang Ucin terkesan tenang. Kami pun sangat terkesan dengan interior rumah Mang Ucin, walaupun terbuat serba dari bambu tapi interior dan eksterior rumah sangat rapih dan kumplit. Seperti ada bale-bale bambu di dalam dan depan rumah.

Kami pun menitipkan motor di rumah Mang Ucin dan setelah sepakat harga sewa Bagan (panggung tempat mancing di tengah laut) milik Mang Ucin Rp. 300.000,- sambil diantar membantu navigasi menuju bagan di tengah laut, kemudian menjemput kami kembali jam 11 siang di keesokan harinya. Setelah itu kami diantar Mang Ucin menuju bibir pantai menuju tempat bersandar perahunya, dengan berbekal sebuah lampu petromax ditengah kegelapan jalan setapak pantai yang dikiri kanan nya banyak tanaman bakau kami menuju dermaga yang terbuat dari bambu dan sudah reyot, Mang Ucin berjalan duluan melewati dermaga untuk memberi penerang lampu petromax kemudian disusul oleh kami yang berjalan satu-persatu. Dengan membaca "Bismillahirrohmanirrohim" seolah petualangan mancing di Tanjung Kait ini akan dimulai.

PERJALANAN DARI PANTAI MENUJU BAGAN
Satu-persatu kami masuk kedalam perahu. Terutama saya sendiri yang baru pertama kali naik perahu, saya heran karena perahu yang kami sewa ini ternyata tergenang air apakah perahu ini bocor? seperti yang terjadi di adegan film. Karena terlihat dengan menggunakan ember kecil Mang Ucin sedang menguras air didalam perahu. Saya pun berbicara pelan dengan kawan saya "Bro, itu perahunye bocor ye?". Tapi setelah saya tanya seperti itu kawan saya langsung cekikikan "Kagak lah itu cuma air yang masuk menggenang di dalam perahu aje". Mang Ucin rupanya mendengar maksud pembicaraan kami, lalu Mang Ucin berbicara dengan logat Sunda nya. "Ya kalau perahu na bocor ya langsung tenggelam atuh den". Kami semua pun tertawa ngakak, benar juga ya kalupun perahunya bocor air yang masuk pasti sudah penuh bahkan perahunya bisa tenggelam.

Mang Ucin kemudian menyalakan mesin boat, terlihat hentakan pertama tali engkel mesin Mang Ucin gagal menyalakan mesin sampai tarikan engkel yang ketiga kali mesin masih belum hidup. Saya pun jadi bertanya di dalam hati "Hadeh ini mesin mudah-mudahan gak ada masalah". Begitu tarikan tali engkel yang keempat mesinnya bisa hidup, perahu pun berjalan ketengah laut menjauhi bibir pantai. Maka sebagai orang yang baru pertama kali naik perahu ditengah gelap malam tanpa bisa melihat disekeliling lautan hanya terlihat lampu-lampu rumah nelayan yang semakin jauh, saya pun bertanya kepada Mang Ucin. "Mang kok bisa sih jalan ketengah laut menuju lokasi? kan gelap gak bisa ngelihat apa-apa?". Dalam hati saya berbicara "Secara kalau kita naik motor di jalan tanpa lampu tanpa penerangan jalan aja akan susah, nah ini bayangkan berlayar ditengah laut yang tidak ada lampunya". Mendengar pertanyaan itu Mang Ucin tertawa terkekeh, jawabnya:
Mang Ucin: "Waduh saya mah udah biasa dari kecil turun temurun sudah di ajarkan ilmu nelayan dan pelayaran oleh orang tuanya yang juga nelayan tradisional". Saat obrolan tersebut tak lama perahu pun berbelok. langsung saya bertanya lagi:

Saya: "Lho terus gimana caranya, kok bisa tau kapan saatnya serta tempat dan waktunya belok?"
Mang Ucin kemudian memberikan sedikit penjelasan:
Mang Ucin: "Tuh lihat disana tuh ada beberapa lampu tepat lurus dari dermaga itu ada lampu yang selalu menyala saat malam dan ada juga lampu yang menyala di kejauhan pantai di sisi kanan"

Mang Ucin juga menjelaskan bahwa dirinya dan nelayan-nelayan lain yang berlayar meninggalkan dermaga berpatokan jika dia sudah melewati lampu di sisi kanan atau kiri dia harus sudah berbelok untuk menghindari keluar area kedalaman pantai atau bisa menuju area lautan lepas (pantai arus pantai bagian luar). O begitu ya, dari penjelasan tersebut kami semua akhirnya mengerti dan mendapat titik pencerahan tentang ilmu pelayaran.

Dengan kecepatan pelan kira-kira 20 - 40 Km/jam perjalanan yang tidak lebih dari 30 menit ini akhirnya kami sampai di bagan milik Mang Ucin. Sekali lagi saya dibuat kagum dengan Intuisi dan Keahlian nelayan tradisional, karena dia bisa mengetahui letak letak bagan milik nya sendri dari beberapa bagan-bagan pemancingan yang tersebar milik nelayan lain. Kemudian kami didrop Mang Ucin di bagan milik nya dengan dibekali lampu petrolight milik Mang Ucin dengan membaca "Bismillah" kami berhati-hati naik ke atas bagan. Setelah sampai di atas bagan dan melihat lampu petromaks yang di tenteng oleh kawan, saya jadi bertanya kepada Mang Ucin "Lho mang ini lampunya ditinggal nih? Terus Mang Ucin pulang nya gimana?". Kemudian Mang Ucin menjawab "Tenang aja saya teh gampang, perjalanan di tengah laut tanpa lampu teh gak papa, tinggal melihat di kejauhan lampu dipantai-pantai pasti tidak tersesat sampai di pantai". Sayapun kagum lagi dan batin "Hadeh hebat betul ya nelayan". Perahu Mang Ucin pun terlihat sudah berjalan menjauhi bagan hilang ditelan kegelapan malam ditengah lautan. Hanya terdengar suara mesin motor kapal Mang Ucin semakin lama semakin pelan bahkan hilang sama sama sekali, kami pun berdoa. Mudah-mudahan dikeesokan hari Mang Ucin bisa datang menjemput kami tepat waktu sesuai yang dijanjikan. Apa jadinya jika kami berenam terdampar di tengah bagan seperti cerita di film-film?.

Bersambung ke: Edisi Mancing di Tanjung Kait - Part 2 of 3
0 comments
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Get Strike Now - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger