Edisi Mancing di Tanjung Kait - Part 3 of 3


JAMUAN SEORANG NELAYAN TUA
Setelah menepi ke dermaga kami semua turun sambil membawa ikan hasil pancingan kami melewati jalan yang semalam kami lewati termasuk melewati dermaga yang terbuat dari kayu dan bambu itu. Keadaan melewati dermaga kecil yang rapuh itu disiang hari tidak seseram saat kami melewatinya saat malam hari, terasa seram takut-takut jatuh terpeleset. Tapi begitu dilihat disiang harinya dermaga nya terlihat biasa saja. Kami pun berjalan kembali menuju rumah Mang Ucin. Sambil istirahat rebahan diatas dipan bambu kami mengeluarkan motor, terlihat ada seorang wanita yang sudah berumur yang ternyata adalah adik dari Mang Ucin. Wanita tersebut membawa cerek dan gelas-gelas kosong di nampan. Sambil mempersilahkan kami menuang sendiri teh didalam cerek. Beberapa saat kemudian kami dihidangkan nasi liwet dengan lauk ikan asin, bersama Mang Ucin kami dipersilahkan makan seadanya, makanan khas nelayan. Sambil makan kami ngobrol-ngobrol dengan Mang Ucin.

Mang Ucin adalah seorang pria tua yang sudah berumur sudah 50 tahun, menurut saya nama asli Mang Ucin adalah Husain atau Sandusin. Karena saya memiliki teman yang bernama Husain dan Sandusin maka dipanggil dengan "Ucin". Mang Ucin tumbuh besar dilingkungan nelayan dan anak dari seorang nelayan tradisional. Ilmu nelayan dan pelayaran diajarkan dari orang tua dan lingkungan tempat tinggalnya dipesisir pantai. Didalam ceritanya Mang Ucin sudah sangat pengalaman untuk melaut walaupun dengan kapal yang sederhana dan tanpa bantuan alat navigasi modern. Pengalaman menahkodai penyebrangan di kepulauan seribu sudah pernah dilakukan hingga berlayar kepulau-pulau diluar jawa, seperti Lombok, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Irian Jaya dan pulau-pulau kecil lain di Nusantara. Seorang nelayan yang memiliki 2 buah kapal dan 2 buah bagan baginya sudah cukup untuk menafkahi keluarganya. Bisnis memiliki bagan di tengah laut bagi nelayan adalah merupakan salahsatu bisnis sampingan, disaat kondisi tidak bisa melaut (mencari ikan) mereka mengandalkan bagan-bagan yang disewakan kepada pemancing. Harga yang ditawarkan juga bervariasi tergantung negosasi tawar menawar kesepakatan harga.

BAGAIMANA MEMBUAT BAGAN PEMANCINGAN DI LAUT
Nah disaat Mang Ucin bercerita tentang bagan itulah saya jadi teringat pertanyaan yang akan saya tanyakan kepada Mang Ucin tentang pembuatan bagan. Dari cerita Mang Ucin pembuatan bagan dilakukan dilaut dengan cara menyelam kedasar laut dan menancapkan tiang-tiang bambu, biasanya pelaksanaan pembangunan bagan dilakukan saat air laut pasang, ini dilakukan agar kita bisa mengetahui berapa meter tinggi bagan yang diinginkan setelah air laut naik. Pekerjaan yang pertama kali adalah menentukan lokasi titik dimana bagan akan dibangun, disini nelayan akan berlayar mencari lokasi. Dengan membawa batu besar yang digunakan sebagai jangkar pemberat kemudian ditenggelamkan ke dasar laut yang sebelumnya telah diikat dengan tali serta diatasnya diikat pelampung. Tali-tali ini juga berfungsi sebagai ukuran berapa meter bambu yang dibutuhkan untuk membangun tiang pondasi bagan. Setelah itu ruas-ruas bambu dilubangi agar air laut bisa masuk memenuhi ruas bambu, ini juga berfungsi untuk memudahkan menancapkan bambu kedasar laut. Setelah sambungan-sambungan bambu ditancapkan, kemudian dibangun lagi sudut-sudut pondasi bagan yang diinginkan. Bisa berupa 4 sudut (bagan berbentuk kotak), bisa berupa 8 sudut (bagan berbentuk letter T), bisa berupa 12 sudut (bagan berbentuk letter +) ataupun 8 sudut (bagan dengan bentuk letter O kotak).

Bila tahap pembangunan pondasi utama telah cukup, selanjutnya dibangun pondasi tambahan yaitu tiang-tiang di tiap sisi dan diagonal. Kemudian dilanjutkan tahap pembuatan lantai panggung dan diakhiri dengan membangun gubuk-gubuk kecil atau tenda untuk berteduh. Tidak hanya sampai disitu saja, setelah pembangunan bagan selesai, nelayan pemilik bagan juga harus selalu mengecek secara berkala kondisi bagan yang jika memang ada bambu dan kayu yang rapuh harus cepat diganti, karena bisa membahayakan pemancing yang menyewa bagan. Sifat dasar dari bambu adalah bila terendam air maka akan mengeras, untuk itu menurut Mang Ucin, kondisi kayu dan bambu bagan sudah harus diganti jika sudah 6 bulan. Tapi tergantung juga, kondisi bagan juga mudah hancur jika musim air laut ombak nya deras dan banyak diterjang ombak besar. Tak terasa sudah hampir jam 2 siang mendengar cerita Mang Ucin kita jadi semakin tau tentang suka duka nelayan dan cara bagaimana membuat bangunan ditengah laut. Kemudian kami semua pamit untuk pulang ke Jakarta.

PERJALANAN PULANG DARI MANCING
Kami berangkat dari Tanjung Kait menuju Jakarta jam 2 siang, dengan melewati rute jalan yang sama dengan berangkat pada saat malam hari kemarin, ternyata perjalanan disiang hari sangat menyenangkan. Kita bisa melihat suasana kota tangerang disiang hari tidak seperti perjalanan dimalam hari yang terasa begitu membosankan. Karena pada saat jam 12 kami makan dirumah Mang Ucin dengan makan seadanya, setelah melewati beberapa rumah makan padang kami jadi terasa lapar lagi. Akhirnya kami berhenti untuk makan lagi di warung padang yang ditemui. Setelah selesainya kami melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta sampai jam 5 sore.

Sungguh banyak pengalaman baru yang saya dapat selama perjalanan dan mancing kali ini. Terpikir suatu saat Insyaallah bila ada rejeki, bila ada waktu, bila ada kesempatan dan bila ada kesehatan. Kita bisa mancing dilaut lagi malam hari dengan lokasi di laut yang baru, dengan umpan udang atau umpan apalah yang jitu agar bisa dapat variasi ikan yang lebih bermacam-macam.

Salam Getstrike!

--
Edisi Mancing di Tanjung Kait
Written by: iien Solihin


Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Get Strike Now - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger